Tahukah Anda, terdapat kurang lebih 4 ribu jenis kayu di Indonesia? Tentu tidak semua jenis kayu tersebut bisa dimanfaatkan. Hanya 10% yang ditemukan bisa digunakan manusia dalam industri woodworking. Salah satunya adalah ironwood borneo atau kayu ulin dari Kalimantan.
Ulin yang memiliki nama latin Eusideoroxylon zwagery tersebut memiliki habitat alami di Kalimantan dan Sumatra. Sedangkan di luar negeri, kayu ini bisa didapat di Filipina, Palawan, dan wilayah sekitarnya di Asia Tenggara. Kayu ini memiliki beragam karakter yang membuatnya sangat ideal dimanfaatkan sebagai bahan dalam industri pengolahan kayu. Secara umum kayu ini memiliki keawetan yang baik, densitas tinggi, berat, dan kuat. Kayu yang juga sering disebut sebagai bulian ini acap kali dipergunakan sebagai bahan baku untuk:
- Mebel
- Pembuatan ukiran (terutama seni tradisional Dayak)
- Tiang listrik dan jembatan
- Bantalan
- Material pembuatan kapal
- Konstruksi bangunan
- Dan sebagainya
Pohon Ulin
Pohon ulin yang menghasilkan kayu ulin mampu hidup hingga 1000 tahun dan mencapai tinggi hingga lebih dari 50 meter. Pohon ini tumbuh dengan baik dalam iklim tropis pada bentang datar maupun miring. Umumnya, tumbuhan ini tumbuh secara mengelompok dan jarang ditemukan di area berawa.
Karakter Kayu Ulin
Sebagaimana di sebutkan sebelumnya, ulin termasuk kayu yang sangat awet. Kelas keawetannya berada di level 1 atau yang terbaik. Namun tentu saja treatment pengawetan tetap disarankan sebagai langkah antisipasi.
Warna kayunya sendiri menampakkan perbedaan signifikan antara bagian teras dan gubalnya. Bagian gubalnya berwarna coklat kemerahan hingga coklat kelabu. Sedangkan warna bagian terasnya adalah coklat kekuningan. Namun warna ini akan menua pasca penebangan menjadi coklat kehitaman.
Regulasi Terkait Kayu Ulin
Dengan kualitasnya yang begitu ideal, penebangan ulin secara liar sangat marak dilakukan. Apalagi nilai jual kayu ini begitu tinggi. Produk-produk kayu besi borneo ini juga telah melalang buana ke berbagai negara. Misalnya dalam bentuk parket yang terkenal akan kualitasnya.
Sayangnya, hal itu menyebabkan kelangkaan pohon ulin yang kian hari kian memprihatinkan. Apalagi tingkat pertumbuhan tanaman ini tergolong lambat. Masa perkecambahan bijinya saja membutuhkan waktu 6 bulan sampai 1 tahun.
Regulasi sebenarnya sudah ditetapkan pemerintah. Misalnya aturan pembolehan menebang ulin yang hanya berlaku untuk warga lokal dengan ukuran diameter 60 cm. Namun rendahnya komitmen negara dan kontrol yang kurang menyebabkan tanaman ini masih dalam status terus terancam.